Oleh : Anis Mata
"Ada banyak orang baik yang lahir dan mati tanpa pernah menjadi pahlawan; karena ia lahir pada jaman yang lesu, di mana hampir semua perempuan seakan mandul atau enggan melahirkan pahlawan."
Jika para pahlawan adalah anak jaman
mereka, tentulah mereka membutuhkan potongan-potongan zaman yang
merangsang munculnya kepahlawanan mereka. Ada banyak orang baik yang
lahir dan mati tanpa pernah menjadi pahlawan; karena ia lahir pada jaman
yang lesu, di mana hampir semua perempuan seakan mandul atau enggan
melahirkan pahlawan. Begitulah awalnya kesaksian kita; ada banyak
potongan zaman yang kosong dari para pahlawan. Jaman kevakuman, jaman
tanpa pahlawan. Pada potongan jaman seperti itu mungkin ada orang yang
berusaha menjadi pahlawan; tetapi usaha itu seperti sebuah teriakan di
tengah gurun; gemuruh sejenak, lain lenyap ditelan sunyi gurun.
Itulah yang terjadi pada saat sebuah
peradaban sedang terjun bebas menuju kehancuran atau keruntuhannya.
Ambillah contoh seting sejarah Islam kembali. Setelah berakhirnya
kekuasaan Daulatul Muwahhidin dan Daulatul Murobithin di kawasan Afrika
Utara pada penghujung milenium hijriah pertama, sulit sekali menemukan
nama besar dalam sejarah Islam. Siapakah pahlawan Islam yang kita kenal
dari generasi abad kesebelas dan keduabelas hijriyah?
"Mereka terbangun dalam gelap, bergerak dalam ketidakjelasan. Akan tetapi, mereka telah bergerak. Ruh kehidupan umat telah kembali..."
Saat itu bertepatan dengan abad
kedelapanbelas dan kesembilanbelas hijriyah. Saat itulah, penjajahan
Bangsa Eropa atas dunia Islam terjadi. Para pahlawan Islam baru
bermunculan kembali setelah abad ketigabelas hijriyah. Generasi pahlawan
yang muncul pada abad ini adalah pahlawan pembaharu Islam. Ada nama
Muhammad bin Abdul Wahhab di Jazirah Arab. Ada nama Jamaluddin Al
Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Hasan Al Banna. dan Sayyid Quthub
di Mesir. Ada Al Maududi di Pakistan dan ada Al Kandahlawi di India.
Begitulah mata rantai kepahlawanan pembaharu dimulai; kelesuan jaman
mandul telah sampai pada titik nadirnya; kesabaran orang-orang terjajah
telah habis, kelemahan orang-orang tertindas telah menjelma jadi
kekebalan. Mereka terbangun dalam gelap, bergerak dalam ketidakjelasan.
Akan tetapi, mereka telah bergerak. Ruh kehidupan umat telah kembali.
Sejarah kepahlawan manusia, dengan
demikian, sebenarnya merupakan bagian dari sejarah peradabannya. Ini
menjelaskan mengapa lebih banyak pahlawan yang lahir dari
peradaban-peradaban besar dan relatif tua. Masyarakat primitif,
sebaliknya, biasanya memiliki nasib yang sama dengan masyarakat dari
sebuah peradaban yang baru saja mengakhiri kejayaannya; seperti
perempuan mandul yang tidak mungkin melahirkan pahlawan.
Kenyataan inilah yang menjelaskan
hubungan timbal balik antara pahlawan dan lingkungannya, antara tokoh
dan peradabannya; sejarah peradaban adalah sejarah para pahiawannya,
tetapi para pahlawan itu tetap saja merupakan anak-anak yang lahir dari
rahim peradaban. Para pahlawan menjadi simbol kekuatan sebuah peradaban,
tetapi peradaban memberi ruang yang luas bagi munculnya para pahlawan
itu. Sebaliknya pun demikian. Hilangnya para pahlawan adalah isyarat
matinya sebuah peradaban, tetapi runtuhnya sebuah peradaban adalah
isyarat hilangnya ruang gerak bagi para pahlawan.
Hubungan antara pahlawan dan
lingkungannya, antara tokoh dan peradabannya adalah hubungan yang saling
menghidupkan dan saling mematikan.
0 comments:
Posting Komentar